Talk Show Komedi “Kakek-Kakek Narsis” dalam Konteks Keindonesiaan

Teguran tertulis pertama program televisi “kakek-kakek narsis” di episode Teman Tapi Mesra yang dikeluarkan Komisi Penyiaran Indonesia Pusat tertanggal 09 November 2011 kepada Trans TV. Teguran administratif ini dilayangkan KPI dikarenakan ada unsur-unsur pornoaksi yang dilakukan bintang tamu dengan menggoyang-goyang tubuh bagian dada secara vulgar.

Program “kakek-kakek narsis” merupakan salah satu program yang memuat konten dewasa. dalam talkshow Dipandu deretan komedian beken seperti Ronal Surapraja, Indra Birowo dan Ananda Omesh, acara baru tersebut menampilkan aktris cantik Magdalena. kakek-kakek jompo dalam talkshow ini di rawat oleh aktris cantik magdalena. Konsep komedi ini penuh dengan sensasi perempuan-perempuan seksi yang dijadikan bintang tamu, dilihat dan diamati program ini mengandung unsur-unsur informatif seputar perempuan dan kenakalan.

menuai kritik yang direpresentasikan Komisi Penyiaran Indonesia. Program komedi dewasa ini dalam konteks keindonesiaan, sangat tidak cocok dan terlalu melanggar batas-batas kebudayaan nusantara yang berkarakter. Nuansa bebas di program ini bukan membangun karakter sopan santun, akan tetapi mendobrak budaya kesusilaan. Dalam peraturan Komisi Penyiaran Indonesia nomor 03 tahun 2007 tentang Standar Program Siaran, pada bab 5 tentang kesopanan dan kesusilaan dalam pasal 11 dijelaskan bahwasanya (1)Lembaga penyiaran harus memperhatikan norma kesopanan dan kesusilaaan yang dijunjung oleh keberagaman khalayak baik dalam agama, suku, budaya, usia, dan latar belakang ekonomi. Dan (2) Lembaga penyiaran harus berhati-hati agar program isi siaran yang disiarkan tidak merugikan dan menimbulkan efek negatif terhadap norma kesopanan dan kesusilaan yang dianut oleh keberagaman khalayak tersebut .

Sikap preventif yang diambil Komisi Penyiaran Indonesia untuk menyikapi “pelanggaran kesopanan dan kesusilaan” dalam program kakek-kakek narsis adalah sebuah keharusan, karena Komisi Penyiaran Indonesia merupakan Institusi Negara yang mengawal fungsi penyiaran di Indonesia. Perilaku masyarakat akhir-akhir ini banyak sekali dipengaruhi apa yang divisualisasikan oleh media massa (siaran televisi ). Masih ingat ketika “Lativi” menyiarkan acara Smack Down sebagai acara unggulan, dan jadwal siaranya bisa disaksikan oleh seluruh kalangan, mulai dari anak-anak sampai orang tua. Efek dari siaran itu mengakibatkan meningkatnya kekerasan yang dilakukan oleh anak-anak dengan mempraktekan gaya dari apa yang mereka lihat. Apalagi yang disiarkan oleh Trans TV dalam bentuk vulgar dan semi blue. Walaupun penayangan sudah larut malam, itu begitu mudah untuk dilihat oleh public. Mereka akan mencoba untuk hidup narsis ala kakek-kakek gatal di program tersebut.

Efek media massa inilah yang sudah diramalkan oleh pakar-pakar komunikasi yang focus pada kajian media massa. Mengutip dalam buku Komunikasi Serba Ada Serba makna karangan Prof. Dr. Alo liliweri, M.S. (2011). Dalam Social Learning Theory yang diperkenalkan oleh Albert Bandura, Social Learning Theory yang salah satu penekananya adalah Observation Learning. Observation Learning ini dijelaskan setiap orang mempunyai kemampuan untuk meniru perilaku yang dia lihat karena dia “belajar mengamati”. Efek ini sering mengenai anak-anak yang masih belum bisa menyaring dan menentukan perilaku. Sehingga dalam menonton anak-anak mesti dibawah pengawalan orangtua secara lansung. Program “Kakek-kakek Narsis” menurut saya tidak mencerminkan budaya asli Indonesia, dan sama sekali tidak ada unsur pendidikan karakter dalam membangun sumber daya manusia Indonesia. Apalagi program ini cenderung mengekploitasi perempuan dan dalam kajian gender program ini membangun streotipikasi bahwa perempuan yang cantik itu adalah seksi, putih, dan jauh sekali dalam dimensi nusantara dari sabang sampai merauke. Bagaimana saudara kita di Papua. Apakah mereka tidak cantik dengan keriting rambutnya dan hitam kulitnya?

Ingat, dalam menghibur masyarakat Indonesia mestinya program yang ditampilkan televisi selain juga menghibur masyarakat, semestinya juga tidak melenceng dari budaya nusantara yang berkarakter ini. Moral bangsa ini seharusnya dibangun, jangan dihancurkan dengan sesuatu yang lebih besar mudharatnya.

Bone “Aru Palaka”

Ke samping

Mengelilingi Indonesia yang penuh pesona memang mempunyai kepuasan yang tersendiri. Menjadi aktivis di pergerakan pelajar di sebuah organisasi besar Muhammadiyah mempunyai amanah yang begitu luar biasa beratnya, akan tetapi dibalik itu ada hikmah yang tersimpan.

ketika saya berkunjung ke Bone Sulawesi Selatan, sebagai fasilitator Pelatihan Adil Gender Ikatan Pelajar Muhammadiyah Provinsi Sulawesi Selatan, saya tidak lupa berkunjung ke taman kota bone. di sana ada salah satu patung yang menarik perhatian saya. Patung itu berbentuk pria dewasa yang berotot, kokoh, dan berdiri seperti kesatria. Kata temanku itu adalah Aru Palaka atau disebut juga Arung Pelakka. Nama seorang Bugis yang datang ke Batavia beserta  pengikut-pengikutnya dan bertempat tinggal di aliran Sungai Angke, sehingga pasukan pengikut Aru Palaka yang setia dan menjadi pasukan-pasukan khusus atau pasukan istimewa kerajaan Bone disebut To Angke, artinya orang-orang Angke.

Aru Palaka merupakan orang Bugis yang memberontak melawan Sultan Makasar bersama Aru Patuju. Sejak tahun 1687 bertempat di Kampung Bugis di sebelah utara Bacherachtsgracht (kini Kali Angke), seberang Kampung Goesti. Salah satu orang Bugis yang memberontak melawan Sultan Makasar bersama Aru Palaka dan bersama-sama membantu VOC dan datang tahun 1663 adalah Aru Patuju.

Setelah teman saya memberitahukan kepada saya tentang patung besar itu dan sejarahnya. Aku teringat akan peristiwa Pauh di Padang pada tahun 1666 Jacob Gruys pada bulan April 1666 dengan 200 pasukan Belanda dan pasukan-pasukan pembantunya menyerang kota Pauh untuk memadamkan pemberontakan rakyat. Pasukan Belanda bersama kapten Yongker dan Aru Palaka mencoba menginvansi Kota Pauh Minang kabau, Mereka mendapat perlawanan sengit dari serdadu Minang kabau, walaupun pada akhirnya Serdadu Minang kalah ditaklukan belanda yang diperkuat Orang Ambon dan Orang Bugis. Serangan itu berakhir tragis bagi Belanda, hanya 70 serdadu yang kembali hidup-hidup, Jacob Gruys sendiri juga tewas, begitu pula 2 kapten dan 5 letnan.

Tapi itulah masa lalu yang sudah terbenam, dulu masih Nusantara yang terpecah. keperkasaan asing masih menjadi pemisah diantara saudara. Melihat Aru palaka berdiri kokoh nan perkasa disana, sedikit perasaan sakit hati ini naik kepermukaan. tapi jangan dibaca dan diungkit. Itu masa lalu. Aru Pala tetaplah pahlawan, ia menyerang saudara mungkin karena belum tahu bahwa Minang itu adalah saudara seagama juga.

Bone memang berkesan bagiku